Oleh Christopel Paino
Pembibitan kebun sawit milik PT Kencana Group di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.Foto: Pusar-Banggai
Masyarakat Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) menolak
kehadiran PT Sawindo Cemerlang, anak usaha PT Kencana Group,dari dari
Wilmar International. Dari laporan Pusat Studi Advokasi Rakyat Banggai
(Pusar), menyebutkan, penolakan itu karena perusahaan menggusur tanah
dan merusak tanaman produktif milik warga untuk membangun jalan di
Kecamatan Batui, Kelurahan Sisipan.
“Perusahaan ini menggusur tanah produktif rakyat, ketika warga
melaporkan ke Polsek Batui, tidak ada tindak lanjut. Perusahaan tetap
melanjutkan penggusuran untuk jalan buat pembibitan sawit,” kata Iwan
Frans Kusuma, Koordinator Pusar Banggai, kepada Mongabay, Selasa (12/11/13).
Karena tak ada tindak lanjut, warga memblokir jalan masuk ke
pembibitan di Boloboloa, sub Kelurahan Tolando. Sebab PT Sawindo
Cemerlang menggusur lahan warga tanpa ada komunikasi dengan pemilik.
Boulduzer perusahaan disegel dan dipasang police line karena aduan warga.
Perlawanan warga terhadap perusahaan sawit terjadi di banyak desa
lain. Antara lain. Kecamatan Bualemo. Warga Kecamatan Bualemo mengirim
surat penolakan ke DPRD Kabupaten Banggai, agar izin hak guna usaha
(HGU) PT Wira Mas Permai, tidak diterbitkan. Namun rekomendasi DPRD
Kabupaten Banggai nomor : 005/117 DPRD tertanggal 29 Juli 2009 tidak
dijadikan pegangan perusahaan. tetap menggusur. “Dalam dialog diketahui
kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (ka-andal) Wira Mas
ternyata copy paste perusahaan sawit di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara,”ucap Irwan.
Protes warga disikapi dengan penngkapan oleh aparat. Penangkapan
berawal ketika warga Desa Sukamaju I, Kecamatan Batui Selatan, tak
sepakat dengan kehadiran PT Sawindo Cemerlang yang menggusur tanah
cadangan desa seluas 35 hektar. “Perlawanan warga diputuskan melalui
rapat desa. Sebelum rapat, kepala Desa Sukamaju I bersurat terlebih
dahulu kepada perusahaan untuk menghentikan segala aktiVitas di atas
lahan warga.”
Warga sudah berkali-kali mengingatkan tetapi tak diindahkan
perusahaan. Ratusan warga Desa Sukamaju I aksi cabut bibit sawit milik
PT Sawindo Cemerlang. Kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
memimpin langsung aksi pencabutan bibit sawit ini.
Seminggu pasca aksi pencabutan bibit sawit,
kepala Desa Sukamaju I diadukan ke polisi
oleh perusahaan. Pemanggilan kepala desa membuat warga makin marah
karena perusahan jauh sebelumnya telah dikirim surat teguran resmi.
Warga menolak diperiksa. Perusahaan lapor Polres. “Total ada 24 warga
ditangkap saat itu, dan dua ditahan. Mereka ditahan di rumah tahanan
Luwuk Banggai. Namun dalam persidangan dan ketika pembacaan amar
putusan, para petani tidak terbukti bersalah dan dibebaskan pada
Desember 2012,” ucap Irwan.
Menurut dia, dalam memuluskan rencana sawit di Banggai, perusahaan
kerapkali memanipulasi data, seperti membuat daftar nama kelompok tani
fiktif dan membuat tanda tangan pemerintahan desa atau kelurahan,
administrasi mereka untuk mengeluarkan surat keterangan tanah (SKT).
Contoh, di kelurahan Tolando, Kecamatan Batui, warga menemukan banyak
daftar nama-nama kelompok tani, bahkan warga menemukan daftar orang
sudah meninggal dan anak-anak di bawah umur didaftarkan menjadi anggota
kelompok tani. Modus ini untuk mendapatkan SKT dan akan dijual pada
Sawindo Cemerlang Group.
Kelompok tani melaporkan temuan ini pada Polsek Batui. Namun polisi
hanya sebatas memeriksa dan penahanan satu warga yang diduga sengaja
menjual dan menerbitkan SKT palsu.Pelaku lain yang terlibat tidak pernah
diperiksa. “Sampai saat ini, ancaman penangkapan dan pemenjaraan
petani masih terus terjadi di Banggai.”
Serobot Kawasan Konservasi
Pusar Banggai juga melaporkan perusahaan sawit di Banggai telah
merusak kawasan konservasi. Dari tiga perusahaan sawit, dua menyerobot
wilayah hutan konservasi, yakni PT Kurnia Luwuk Sejati, di kawasan Suaka
Margasatwa Bakiriang. Lalu, PT Wira Mas Permai menyerobot Cagar Alam
Pati-pati.
Warga sudah mengajukan penolakan kepada perusahaan yang memasuki
kawasan konservasi. Warga khawatir, jika kawasan hutan dan Cagar Alam
Pati-pati dibuka, akan menerima dampak buruk. Karena sumber air yang
dialirkan dari daerah aliran sungai (DAS) Mayayap, akan kering dan
sebagian satwa di kawasan itu akan menjadi hama bagi pertanian warga
yang bersandar pada hutan di Kecamatan Bualemo.
Rahmad Samadi, warga di Kecamatan Batui, ketika diwawancarai Mongabay
menyatakan penolakan atas kehadiran perkebunan sawit di Banggai. Sebab,
dampak ekologi sangat besar. Banjir yang selama ini datang menghantam
pemukiman warga dipastikan makin rutin.
Selain itu, akibat ekspansi perkebunan sawit memaksa masyarakat
pindah beralih olah tanam menjadi buruh di tanah sendiri, membuka ruang
konflik sesama warga dan tokoh adat. “Perkebunan sawit hanya akan
menyengsarakan petani di ruang kelola sendiri sebagai sandaran hidup.”
Kabupaten Banggai, salah satu wilayah di Sulteng yang berhadapan
dengan Teluk Tomini dan Laut Maluku. Luas kabupaten ini 9.672,70
kilometer persegi. Secara administrasi tahun 2008 Banggai dibagi 18
kecamatan dengan 23 kelurahan, 244 desa dan unit pemukiman transmigrasi.
Mayoritas masyarakat wilayah ini sebagai petani. Karena itu, sektor
ekonomi Banggai hingga kini masih bertumpu pada pertanian, seperti
tanaman palawija, peternakan, hortikultura, dan perikanan, didukung
sektor pariwisata. Sentra industri terletak di Kecamatan Batui, dikenal
sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet). Banggai pernah
dikenal salah satu daerah penghasil kopra terbesar, dengan produksi
lebih dari 3.000 ton per bulan.
Hingga kini, kelapa masih menjadi komoditas perkebunan menonjol.
Sebaran luas lahan menempati porsi terbesar, terdiri dari perkebunan
milik rakyat dan perusahaan swasta.
Bibit
sawit di Kabupaten Banggai. Warga menolak perkebunan sawit karena
menyerobot lahan tanpa sepengetahuan warga. Ada juga perusahaan sawit
yang beroperasi di cagar alam. Foto: Pusar Banggai
Sumber: